Kamu bilang, ‘Jangan
hanya mengintip dari jendela, masuklah, ketuklah pintuku lalu bertamu.
Maka kamu akan tahu isi hatiku, tak hanya mereka-reka.’
Tentu
saja, aku dengan senang hati akan bertamu ke hatimu. Bila saja aku tak
tahu bahwa kau belum mampu melupakan hal yang kau sering kali katakan ‘Sudah berlalu, sudah kulupakan, jadi mari jangan dibicarakan’.
Aku bilang, ‘Kamu masih mencintainya’
Kamu menatapku seakan tak percaya, ‘Ah, yang benar saja. Jangan mengada-ada Ayu.’
Aku
memandang ke langit, kutarik napasku dalam-dalam dan bersiap
meninggalkanmu. Tapi kamu justru menarik lengan ini lalu menciumku.
Memelukku erat dan menangis terisak. Bagaimana aku mampu menahan tangis
seorang pria yang kucinta.
Kamu bilang, ‘Jangan pernah tinggalkan aku, bersabarlah. Aku sedang berusaha membuatnya jadi kemarin.’
Tentu
saja, aku dengan senang hati akan bersabar untukmu. Bila saja aku mampu
percaya bahwa kamu benar akan mencintaiku besok. Seperti yang sering
kali kamu katakan ‘Aku Rezha, besok aku akan mencintaimu, lebih baik lagi.’
Dan
kini, ketika aku terkesima, melihat jumlah waktu yang telah kuhabiskan
hanya untuk mengharapkan apa yang kamu pernah katakan, bagaimana aku
akan kembali jadi diriku seutuh yang dulu. Ketika di setiap janjimu, aku
meletakkan sebagian potongan dari hatiku.
Dan kini, ketika semua potongannya telah habis kamu telan lalu kamu bilang, ‘Kembalilah, ke hari di mana kamu melewati jendelaku. Maka aku berjanji, tak akan pernah membukanya lagi’
Aku tak lagi sanggup menengadah pada langit, lalu aku bilang, ‘Kumohon,
berhentilah. Lupakan soal jendela itu. Mereka bukan apa yang dapat
menentukan hidupmu, atau hidupku. Mereka hanya jendela. Tempat ketika
kamu perlu udara, tempat ketika kamu ingin cahaya. Tapi bukan tempat di
mana kamu dapat membuang sesuatu yang sudah tidak kamu perlukan, tapi
bukan tempat di mana kamu dapat meninggalkan aku kemudian.’
Lalu kau berjalan mundur perlahan, kau bilang; ‘Aku
ingin terus mencintainya. Seperti kamu ingin terus mencintaiku. Seperti
kamu yang melihatku dari luar jendela dan aku menatap kamu dari
dalamnya. Jendela, mereka selalu memiliki dua sisi yang tidak selalu
harus kamu mengerti. Ini salahku. Ini salahku.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar