Aku mencintaimu, detik itu hingga detik kemudian setelahnya. Selamanya.
Pernah
ada hari yang cerah. Musim panas terteduh yang pernah kujalani. Karena
tatapanmu yang memayungi ceritanya sepanjang jalan. Saat peri-peri bunga
menari kian-kemari. Saat kupu-kupu di perutku enggan pergi.
Aku
benci kemarahan. Dan setiap kali kau hendak melakukannya kau coba redam
dengan diam. Kau tau, aku tau itu begitu berarti. Kupu-kupu bersedekap
di dinding-dinding perutku, mencoba merasakan usahamu. Jerih payah, agar
aku bertahan, mencintaimu dalam kebahagiaan. Agar aku tak sempat,
melihat sisimu yang pekat.
Dan
ketika hujan turun. Kau tak lantas memayungiku setiap waktu. Kau tau,
aku mampu melindungi diri sendiri. Kau tau kapan saatnya aku butuh
berjalan berdampingan. Kau tak pernah memaksakan. Kau tak pernah
terintimidasi dengan kemandirianku.
Kau melihat, perempuan ini hanya sedang ingin membuktikan sesuatu dalam dirinya. Dan biarkan dia berjalan dengan kaki-kakinya, yang walau kecil, mampu melangkah sepanjang pelangi.
Kau melihat, perempuan ini hanya sedang ingin membuktikan sesuatu dalam dirinya. Dan biarkan dia berjalan dengan kaki-kakinya, yang walau kecil, mampu melangkah sepanjang pelangi.
Begitu
merindukan udara yang pernah kita lalui bersama hidup ini, tentang
bulan yang mengikuti sepanjang jalan. Tentang senyum sabitmu yang
menawan.
Bahkan saat kita kemudian kita tak lagi sejalan, kau tak meninggalkan sedikit pun alasan, agar aku perlu melupakanmu. Sayang.
Cintamu manis, begitu aku merasanya. Begitu aku menelannya dulu. Manis yang buat kupu-kupu di perutku merona.
hingga detik ini menuju entah.
hingga detik ini menuju entah.
FuFaLu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar